Thursday, August 23, 2018

Jalan Panjang Poncho Jadi Angkutan Massal Ramah Lingkungan

KOMPAS/RIZA FATHONI--Bus listrik Hino Poncho ditampilkan di booth Hino pada Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2018 di ICE BSD City, Tangerang, Banten, Minggu (12/8/2018).

Keinginan Pemerintah Jepang untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan manusia yang tinggal di sekitarnya, menjadi tantangan bagi industri otomotif di negara matahari terbit itu.

Pengembangan teknologi kendaraan komersial dan angkutan massal perkotaan pun mengubah bus yang semula menggunakan bahan bakar fosil menjadi bertenaga listrik atau bahan bakar hidrogen.

Salah satu contoh menarik dari pergeseran itu dibawa pabrikan kendaraan komersial asal Jepang, Hino, ke Gaikindo Indonesia International Auto Show 2018 di ICE BSD City, Tangerang, Banten, pekan lalu. Ketika para produsen kendaraan penumpang memamerkan mobil hibrida atau motor listrik, Hino memunculkan produk bus listrik bernama Poncho EV.


Tidak mudah bagi sebuah pabrikan otomotif untuk mengubah karakter produksinya, dari mesin dengan bahan bakar fosil ke energi terbarukan. Semua dihitung dengan cermat. Mulai dari proses penelitian dan pengembangan hingga produksi massal.

Engineer kepala Divisi EV, PHV Vehicle, and Module Planning Hino Motors Ltd, Tomonori Kosaka, ditemui disela-sela perhelatan GIIAS menjelaskan, dibandingkan produk mobil komersial lainnya, Hino adalah pabrikan yang paling dini untuk menginisiasi kendaraan listrik.

Memang kendaraan-kendaraan Hino belum sepenuhnya elektrik, tetapi masih menerapkan sistem hibrida. Poncho EV yang ditampilkan di GIIAS adalah bus produksi tahun 2012. “Sejak tahun awal 1990-an kami sudah mulai melakukan riset dan pengembangan bus listrik,” kata Tomonori.

ARSIP HINO MOTORS INDONESIA--Bus listrik Hino Poncho dipamerkan di booth Hino dalam GIIAS 2018 di ICE BSD City, Tangerang, Banten, 3 Agustus 2018.

Perjalanan Hino untuk mengembangkan truk listrik, dikutip dari situs resmi perusahaan, cukup panjang. Tahun 1991, para insinyur Hino mengembangkan teknologi yang disebut “hybrid inverter-controlled motor and retarder (HIMR)” untuk bus berbahan bakar diesel.

Bergabungnya Hino ke dalam korporasi Toyota Motor Corporation tahun 2001 mendorong kembali penerapan teknologi hybrid. Tahun 2003 mereka meluncurkan Hino Dutro Hybrid.

Selama tiga tahun berikutnya mereka melebarkan sayap untuk memperkenalkan teknologi hybrid pada produksi bus besar mereka dengan nama Hino Blue Ribbon City Hybrid, yang kemudian diberi nama Hino S’Elega. Pada tahun 2006, bus hybrid untuk Australia pun diperkenalkan.

Di Asia, teknologi hybrid untuk truk, diperkenalkan tahun 2011 di Hong Kong oleh Hino. Setelah itu, menurut Tomonori, mereka mulai memfokuskan diri pada pengembangan teknologi motor listrik untuk kendaraan komersial atau full EV.

ARSIP HINO MOTORS INDONESIA--Bus listrik Hino Poncho EV dipamerkan di booth Hino dalam GIIAS 2018 di ICE BSD City, Tangerang, Banten, 3 Agustus 2018.

Hasil pengembangan
Tomonori menjelaskan, Poncho EV yang ditampilkan di GIIAS adalah pengembangan dari dua generasi sebelumnya yang berbahan bakar diesel. Beberapa tahun sebelum memutuskan memodifikasinya menjadi bus berbahan bakar listrik secara penuh, mereka harus memikirkan desain kompartemen mesin, khususnya peletakan baterai, dan juga beberapa hal teknis lainnya khususnya pada ruang pengemudi, untuk mengawasi masalah kelistrikan.

Prototipe Poncho EV akhirnya diperkenalkan ke publik pada tahun 2011 sebelum akhirnya diujicoba di tiga kota di Jepang, yaitu Sumida, Hamura dan Komatsu di Prefektur Ishikawa.

Pada awal kemunculannya, kapasitas baterai lithium ion yang digunakan adalah 48kwh dengan tenaga yang dihasilkan adalah 150 kw. Pengembangan lebih lanjut hingga tahun 2017, kapasitas baterai turun menjadi hanya 30 kwh namun kemampuan menghasilkan tenaga meningkat menjadi 200 kw.

ARSIP HINO MOTORS INDONESIA--Interior ruang pengemudi bus listrik Hino Poncho EV yang dipamerkan di GIIAS 2018 di ICE BSD City. Tangerang, Banten, awal Agustus 2018.

Menurut Tomonori, dengan pengembangan terbaru ini, mereka membutuhkan waktu untuk mengisi baterai hanya 30 menit. Pengisian itu bisa dilakukan bila kondisi baterai tidak dalam kondisi kosong 100 persen. “Kalau yang kondisinya kosong seperti itu, baterai akan menghadapi kendala pengisian. Lebih baik tersisa 50 persen atau 20 persen sebelum melakukan pengisian ulang,” kata Tomonori.

Meski kemampuan menghasilkan tenaga meningkat, jarak tempuh saat baterai terisi 100 persen belum memuaskan. Menurut Tomonori, dengan kapasitas penuh, Poncho hanya mampu menempuh jarak sekitar 15 kilometer.

Jarak tersebut juga masih dipengaruhi oleh cara mengemudi, kondisi-kondisi bus saat beroperasi (pemanas ruangan atau pendingin ruangan beroperasi atau tidak) hingga kondisi lalu lintas pada rute-rute yang dilewati.

Tomonori mengatakan, selama ini mereka mendapat pasokan baterai dari pihak ketiga. Hasil yang dinilai belum memuaskan membuat mereka berencana untuk mengembangkan teknologi baterai sendiri yang dapat membuat Poncho berjalan lebih jauh. “Target kami, sekali pengisian, bisa menempuh jarak 120-150 kilometer,” kata Tomonori.

ARSIP HINO MOTORS INDONESIA--Interior bagian belakang bus listrik Hino Poncho EV yang dipamerkan di GIIAS 2018 di ICE BSD City di Tangerang, Banten, awal Agustus 2018.

Tidak hanya masalah daya baterai yang akhirnya berkorelasi dengan jarak tempuh, masalah desain baterai juga kini menjadi salah satu hal yang terus diperbaiki oleh tim pengembangan. Tomonori mengatakan, ukuran volume baterai yang besar dan diletakkan pada bagian buritan memang sedikit banyak memengaruhi luas kabin bus. Mereka pun tengah memikirkan untuk mengembangkan baterai yang kecil sehingga tidak memengaruhi luas kabin.

Meski baterai menjadi salah satu tantangan besar bagi tim pengembangan Poncho, tim Hino sudah mulai mengembangkan Poncho Mini EV (minivan) dan light duty truck EV yang sudah diperkenalkan sejak tahun 2013.

Tomonori mengakui, baterai dan desain-desainnya tantangan bagi pihaknya untuk terus mengembangkan Poncho EV sehingga akhirnya bisa diproduksi massal nanti. Apalagi pemerintah Jepang telah memutuskan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca hingga 80 persen pada tahun 2050. (MHD)--MAHDI MUHAMMAD

Sumber: Kompas, 23 Agustus 2018

No comments:

Post a Comment